Arsip Kategori: Bojonegoro

Komunitas Bumi Budaya Ungkap Fakta “Prasasti Palsu Tapi Asli dari Batu” di Bojonegoro

METRO CEPU – Sebuah temuan prasasti baru di Putuk Kreweng, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menjadi perhatian di kalangan pemerhati sejarah dan budaya.

Komunitas Bumi Budaya menyoroti paradoks yang melekat pada artefak tersebut: “asli” secara fisik sebagai pahatan di atas batu, namun “palsu” dari segi isinya.

Komunitas Bumi Budaya, menyoroti ironi sejarah di mana penemuan prasasti-prasasti awal di Jawa terjadi pada masa ketika masyarakat Jawa telah kehilangan pemahaman mendalam tentang aksara kuno.

Akibatnya, interpretasi sejarah masa lalu seringkali bergantung pada kajian epigraf dari India atau tafsiran sarjana Eropa.

Ketua Komunitas Bumi Budaya, Totok Supriyanto, menjelaskan, Kekosongan pemahaman dari masyarakat Jawa sendiri, sayangnya membuka ruang bagi interpretasi mistis dan irasional terhadap temuan-temuan bersejarah.

“Inilah konteks yang melatarbelakangi munculnya cerita-cerita mistis yang seringkali menyertai penemuan prasasti baru,” kata dia.

Menyikapi temuan di Putuk Kreweng, Komunitas Bumi Budaya menegaskan bahwa secara definisi, artefak tersebut adalah “prasasti” yang otentik karena memuat aksara yang dipahat pada media batu yang keras. Namun, keaslian fisik ini berbanding terbalik dengan keabsahan isinya.

Komunitas Bumi Budaya, meyakini bahwa prasasti ini adalah palsu, kemungkinan besar dibuat tidak lama sebelum ditemukan oleh warga setempat.

Lebih lanjut, Totok mengidentifikasi kesalahan mendasar yang mengindikasikan kepalsuan prasasti Putuk Kreweng.

Pembuat prasasti palsu ini dinilai gagal memahami bahwa masyarakat Jawa modern telah mengalami pergeseran paradigma. Logika kini lebih diterima daripada mistika.

Selain itu, lanjut dia, kesadaran akan periodesasi aksara kuno telah meningkat, dan yang terpenting, semakin banyak individu, termasuk dari kalangan masyarakat Jawa sendiri, yang memiliki kemampuan untuk membaca, menyalin, dan menafsirkan prasasti-prasasti asli secara terbuka dan ilmiah.

Dengan demikian, menurut Totok, temuan “prasasti palsu tapi asli dari batu” di Bojonegoro ini menjadi pengingat penting akan perlunya pendekatan kritis dan berbasis ilmu pengetahuan dalam menafsirkan artefak sejarah.

Komunitas Bumi Budaya mengingatkan, kehati-hatian dan verifikasi mendalam terhadap setiap temuan baru, serta mengapresiasi kemampuan masyarakat Jawa modern dalam mengurai sejarahnya sendiri melalui metode ilmiah yang terpercaya.

“Temuan ini justru menjadi penanda kemajuan literasi dan kesadaran sejarah di tengah masyarakat,” pungkasnya.

Diinformasikan sebelumnya, dikutip dari Suarabanyuurip.com, dua buah lempengan batu bertuliskan aksara kuno yang mirip Aksara Jawa ditemukan di tempat wisata Puthuk Kreweng, Bojonegoro.

Penemuan ini bermula dari mimpi Kepala Desa Mojodelik, Yuntik Rahayu, yang didatangi sosok pria berkepala ular dan berpesan untuk mengambil benda bersejarah jika muncul di Puthuk Kreweng.

Setelah mimpi tersebut, Yuntik merasa terdorong untuk berziarah ke makam tiga bupati Bojonegoro. Kemudian, saat kerja bakti membersihkan area Puthuk Kreweng, ia melihat batu-batuan di bekas pendapa lama yang longsor.

Setelah diperiksa, ternyata ada dua lempengan batu yang bentuknya berbeda dan bertuliskan aksara yang tidak dikenali oleh Yuntik, meskipun sekilas mirip Aksara Jawa.

Awalnya, batu-batu tersebut akan ditinggal di lokasi, namun karena khawatir hilang, Yuntik membawanya pulang. Penemuan ini kemudian menjadi perbincangan warga dan dilaporkan ke pihak berwenang. Petugas dari Provinsi Jawa Timur telah melakukan pendataan terhadap kedua batu tersebut.

Kepala Desa Mojodelik berharap agar benda bersejarah ini tetap berada di Mojodelik untuk mendukung potensi sejarah desa.***

Prasasti di Mojodelik Bojonegoro Dinyatakan Palsu

METRO CEPU – Sebuah temuan prasasti di kawasan wisata Puthuk Kreweng Desa Mojodelik Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menjadi sorotan. Ada sejumlah kejanggalan terungkap melalui analisis paleografi, material, dan ikonografi.

Tim pendata dari ODCB Provinsi Jawa Timur bersama ahli epigraf BRIN dan hasil geologi menyatakan keraguan terhadap keaslian prasasti yang ditemukan tersebut.

Ahli epigraf BRIN, dari Tim pendata dari ODCB Provinsi Jawa Timur Wilayah Kerja Bakorwil V, Eko Bastiawan menyampaikan rangkuman terkait temuan yang memicu polemik tersebut.

Dikatakannya, lokasi dan Kondisi Temuan yang Tidak Lazim. Prasasti ditemukan di atas permukaan tanah, bukan melalui penggalian arkeologis. “Kondisinya bersih tanpa jejak tanah lempung yang biasanya melekat pada benda purbakala,” kata dia.

Kemudian, material batu yang tidak sesuai dengan geologi lokal. Prasasti ini terbuat dari batu andesit, sementara wilayah Bojonegoro yang masuk dalam zona Pegunungan Kendeng Utara memiliki batuan endemi berbasis gampingan atau kalsit.

Sebagai perbandingan, lanjut dia, prasasti asli di daerah ini, seperti Prasasti Pelem (Purwosari), Prasasti Ngabar, dan Prasasti Sumberarum, semuanya menggunakan bahan lokal. “Keberadaan andesit, yang mungkin berasal dari luar wilayah, mengindikasikan ketidaksesuaian geologis,” ungkap Eko.

Terdapat anehan paleografi dan penanggalan. Prasasti ini memuat angka tahun 630 Saka (708 Masehi), yang merujuk pada era Kerajaan Medang atau Kalingga. Namun, gaya pahatan angka dan aksara menunjukkan ciri khas era Kerajaan Kadiri.

Ahli epigraf BRIN, Eko Bastiawan, menambahkan bahwa penggunaan tanda diakritik seperti “anusvara” (penanda nasal) dan “pangkon” (penanda akhir suku kata) pada baris pertama, serta “ulu” dan pangkon di baris kedua, tidak lazim ditemukan pada prasasti asli periode tersebut. “Ini indikasi kuat bahwa pembuat prasasti kurang memahami kaidah epigrafi Jawa Kuno,” ujarnya.

Dua buah benda yang diduga kuat prasasti palsu, berada di rumah Kepala Desa Mojodelik.

Goresan yang terukir pada prasasti, terlalu baru. Analisis permukaan menunjukkan bahwa goresan aksara dan pahatan terlihat terlalu baru, tanpa tanda pelapukan atau erosi alam.

Hal ini bertolak belakang dengan prasasti asli yang umumnya menunjukkan jejak usia, seperti retakan mikro atau perubahan warna akibat paparan unsur alam.

Selanjutnya, pada prasasti kedua bergambar Garuda Wisnu, yang juga terdapat kesalahan fatal dalam pahatannya: “cakra” (senjata berbentuk cakram), yang seharusnya berada di tangan kanan Dewa Wisnu, justru dipahat di tangan kiri.

Kesalahan simbolis ini bertentangan dengan pakem ikonografi Hindu kuno, menguatkan dugaan bahwa pembuatnya tidak memahami konvensi seni religius masa lalu.

Dengan sejumlah temuan tersebut, Tim pendata dari ODCB Provinsi Jawa Timur menyimpulkan, bahwa diduga kuat ada pemalsuan prasasti.

Untuk diketahui, dikutip dari Suarabanyuurip.com, dua buah lempengan batu bertuliskan aksara kuno yang mirip Aksara Jawa ditemukan di tempat wisata Puthuk Kreweng, Bojonegoro.

Penemuan ini bermula dari mimpi Kepala Desa Mojodelik, Yuntik Rahayu, yang didatangi sosok pria berkepala ular dan berpesan untuk mengambil benda bersejarah jika muncul di Puthuk Kreweng.

Setelah mimpi tersebut, Yuntik merasa terdorong untuk berziarah ke makam tiga bupati Bojonegoro. Kemudian, saat kerja bakti membersihkan area Puthuk Kreweng, ia melihat batu-batuan di bekas pendapa lama yang longsor.

Setelah diperiksa, ternyata ada dua lempengan batu yang bentuknya berbeda dan bertuliskan aksara yang tidak dikenali oleh Yuntik, meskipun sekilas mirip Aksara Jawa.

Awalnya, batu-batu tersebut akan ditinggal di lokasi, namun karena khawatir hilang, Yuntik membawanya pulang. Penemuan ini kemudian menjadi perbincangan warga dan dilaporkan ke pihak berwenang.

Petugas dari Provinsi Jawa Timur telah melakukan pendataan terhadap kedua batu tersebut.

Kepala Desa Mojodelik berharap agar benda bersejarah ini tetap berada di Mojodelik untuk mendukung potensi sejarah desa.***

Bojonegoro Geger! Pabrik Senjata Rakitan Ilegal untuk KKB Digerebek Polisi

METRO CEPU – Warga Bojonegoro dikejutkan dengan penggerebekan sebuah rumah yang diduga menjadi tempat produksi senjata rakitan ilegal.

Polisi menemukan sejumlah peralatan untuk merakit senjata serta amunisi yang akan disuplai ke kelompok bersenjata di Papua.

Sebanyak tujuh tersangka ditangkap dalam kasus ini, termasuk mantan anggota TNI dan pelaku perakitan senjata yang diduga memasok senjata ke Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

Keberhasilan ini merupakan hasil pengembangan dari penangkapan yang sebelumnya dilakukan oleh Polda Papua.

Kapolda Jawa Timur, Komjen Pol Imam Sugianto, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari penangkapan di Papua yang kemudian mengarah pada pemasok senjata asal Bojonegoro, Jawa Timur.

“Dari hasil pengembangan kasus di Papua, kami menemukan bahwa pemasok senjata berasal dari Bojonegoro, Jawa Timur,” ujar Komjen Imam Sugianto dalam konferensi pers di Mapolda Jatim, Selasa 11 Maret 2025.

Tujuh Tersangka Ditangkap

Dalam operasi ini, aparat kepolisian dari Polda Jatim, Polda Papua, dan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berhasil mengamankan tujuh tersangka.

Dua di antaranya merupakan mantan anggota TNI Kodam 18 Kasuari berinisial YE dan ES, yang ditangkap oleh Polda Papua dan Papua Barat.

“Dari penangkapan keduanya, diketahui bahwa senjata api yang mereka suplai dibuat di Bojonegoro,” jelas Kapolda Jatim.

Polda Jatim kemudian menangkap tiga tersangka lainnya, yaitu TR sebagai pemasok dan distributor senjata, MK sebagai operator mesin perakitan, serta PJ yang berperan sebagai perakit senjata api.

Sementara itu, tersangka ketujuh, AP, berperan sebagai penyimpan senjata dan amunisi di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, DIY.

Barang Bukti Senjata dan Amunisi Disita

Dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Kapolda Papua, Irjen Pol Petrus Patrige Rudolf Renwarin, mengungkapkan bahwa polisi berhasil menyita 982 butir amunisi berbagai kaliber.

“Ada 42 butir amunisi kaliber 5,56 mm, 198 butir kaliber 5,6 mm, 152 butir kaliber 30, 197 butir kaliber 7,62 mm, dan 14 butir kaliber 9 mm,” ungkap Irjen Pol Petrus.

Selain itu, aparat juga mengamankan lima senjata api, terdiri dari dua senjata rakitan jenis Fajar dan tiga senjata api laras pendek.

Kapolda Papua menegaskan bahwa sejauh ini tidak ada anggota TNI atau Polri yang terlibat dalam kasus ini. Namun, jika ada oknum yang terbukti terlibat dalam jual beli senjata dengan KKB, pihaknya tidak akan segan untuk memberikan sanksi tegas.

“Kalau ada anggota TNI yang terlibat dalam jual beli senjata api kepada KKB, mereka wajib dihukum dengan ditembak mati. Mereka sadar betul bahwa senjata itu akan digunakan untuk membunuh rekan mereka sendiri yang bertugas di wilayah konflik,” tegasnya.

Penggerebekan Bengkel Perakitan Senjata di Bojonegoro

Sebelumnya, polisi telah menggerebek sebuah rumah di Perumahan Kalianyar, Desa Kalianyar, Kapas, Bojonegoro, yang diduga menjadi tempat perakitan senjata api ilegal. Penggerebekan dilakukan oleh personel gabungan Polda Jatim dan Satgassus Mabes Polri pada Sabtu (8/3) siang hingga malam hari.

Dalam penggerebekan tersebut, polisi menemukan seorang perempuan yang merupakan istri penghuni rumah serta dua pria yang diduga sebagai pekerja di bengkel perakitan senjata.

Kepala Desa Kalianyar, Ibnu Ismail, membenarkan adanya penggeledahan dan penyitaan oleh kepolisian.

“Pihak desa hanya diminta jadi saksi. Rumah itu dikontrakkan, bukan milik warga Kalianyar,” ujarnya.

Selain menyita beberapa senjata dan amunisi, polisi juga mengamankan beberapa mesin bubut yang diduga digunakan untuk membuat senjata api rakitan.

“Yang saya tahu, ada mesin yang diangkut pakai mobil towing dan pikap, ditutup terpal,” kata AT, salah satu warga setempat.

Hingga kini, kepolisian masih terus melakukan pengembangan untuk mengungkap jaringan penyelundupan senjata api ini lebih lanjut. (*)

Komunitas SoBojonegoro Gelar Trip History Padangan Heritage

METRO CEPU – Sebagai upaya memperkenalkan sejarah dan warisan budaya Kabupaten Bojonegoro, Komunitas SoBojonegoro sukses menggelar kegiatan Trip History Padangan Heritage pada Sabtu 8 Maret 2025.

Sebanyak 30 peserta dari berbagai daerah mengikuti perjalanan ini dengan penuh antusias.

Mereka diajak menyusuri berbagai lokasi bersejarah yang memiliki nilai budaya tinggi, seperti Pusat Informasi Geopark (PIG), Situs Kapal Besi di Ngraho, Makam Mbah Sabil di Kuncen, Kantor Pegadaian Lama, Pasar Lama Balekambang, Polsek Padangan (Bangunan Lama), dan Rumah Tua Padangan Heritage.

Selama perjalanan, para peserta mendapat penjelasan langsung dari narasumber mengenai sejarah dan keunikan tiap lokasi.

Diskusi interaktif pun berlangsung seru, dengan peserta yang aktif bertanya dan berbagi wawasan.

Kegiatan ini juga menjadi momen kebersamaan di bulan Ramadhan, karena setelah perjalanan sejarah, acara ditutup dengan buka puasa bersama di Padangan.

Dalam suasana hangat, para peserta menyampaikan kesan dan harapan agar kegiatan eksplorasi sejarah seperti ini terus dilakukan di masa mendatang.

Koordinator acara, Muhammad Andrea, berharap bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan rasa bangga terhadap Bojonegoro serta mendorong kesadaran untuk melestarikan warisan budaya lokal.

“Semoga perjalanan ini semakin membuka mata masyarakat tentang pentingnya menjaga sejarah dan heritage yang kita miliki. Bojonegoro punya banyak kisah yang menarik untuk digali dan dipelajari,” ujarnya.

Dengan adanya Trip History Padangan Heritage, Andrea berharap, semakin banyak orang yang tertarik untuk mengenal dan melestarikan sejarah Bojonegoro, menjadikannya sebagai salah satu daya tarik wisata edukatif di masa depan.

Tambang Galian C di Kasiman Bojonegoro Jadi Sorotan

METRO CEPU – Aktivitas tambang Galian C yang diduga ilegal di Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro kembali menjadi perhatian masyarakat dan menimbulkan keresahan.

Tepatnya, berada di Desa Besah, Kecamatan Kasiman. Tambang ini menimbulkan keresahan, karena diduga beroperasi tanpa izin resmi.

Berdasarkan pantauan di lokasi, tidak ditemukan papan informasi terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 menegaskan bahwa setiap kegiatan penambangan tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana hingga lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.

Namun, ancaman hukum tersebut tampaknya tidak membuat para penambang gentar.

Pantauan di lokasi, aktivitas penambangan tampak berhenti, hanya menyisakan alat berat berupa ekskavator.

Seorang warga setempat mengungkapkan bahwa kegiatan tambang telah terhenti selama satu minggu akibat hujan.

Warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan.

“Pemerintah harus tegas terhadap aktivitas penambangan ilegal seperti ini, karena sudah merusak lingkungan dan juga jalan,” ujar warga tersebut pada Jumat 7 Maret 2025.

Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Kasiman, Aipda Galih, saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, membenarkan bahwa kegiatan penambangan sudah terhenti sejak satu minggu lalu.

Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai langkah hukum terhadap dugaan pelanggaran ini.

Di sisi lain, Kepala Desa Besah, Abdul Rokhim, yang disebut-sebut sebagai pemilik tambang, memberikan tanggapannya melalui WhatsApp.

“Jangan asal menaikkan berita ke media kalau masih ingin hubungan baik. Siapapun akan sakit hati kalau disakiti sesama, karena menurutku aku tidak pernah menyakiti orang lain,” tulisnya. ***

Kepala Sekolah SMKN Margomulyo Diduga Aniaya Guru Agama

METRO CEPU – Kasus penganiayaan dialami salah seorang guru agama SMK Negeri Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro bernama Zaida Inayati Selasa 25 Februari 2025, pagi. Pelaku adalah Kepala Sekolah SMKN Margomulyo, bernama Paino.

Kapolsek Margomulyo AKP Agus Sugiantara melalui Kanitreskrim Polsek Margomulyo Aipda Dela Reza Fidodudin, menjelaskan, peristiwa tersebut bermula saat korban Zaida Inayati mendapat undangan MGMP di salah satu sekolah di kecamatan Gayam, Bojonegoro pada Senin 24 Februari 2025.

Kemudian orban memberitahu undangan MGMP ke kepala sekolah melalui whatsaps. Namun, kepala sekolah tidak merespon.

” Pada hari Senin itu, kebetulan di SMK Margomulyo tidak ada guru. Jadi menurut kepala sekolah, tidak mengizinkan guru tersebut menghadiri MGMP, ” ujar Reza saat ditemui wartawan pada Kamis, 6 Maret 2025..

Keesokan harinya, lanjut Reza, korban dipanggil kepala sekolah untuk diklarifikasi. Namun saat kepala sekolah memberikan arahan, korban malah mensecroll-scroll handphonenya.

Hal ini membuat kepala sekolah tersinggung dan marah hingga melukai wajah korban

” Korban mengalami luka lecet di sekitar matanya dan divisum di Puskesmas Margomulyo. Kemudian korban lapor ke Polsek Margomulyo,” ujar Reza.

Kedua belah pihak akhirnya di mediasi dengan memanggil suami korban dan kepala sekolah SMK Margomulyo.

Sementara itu korban, saat dikonfirmasi melalui Whatsaps menegaskan bahwa kasus tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan.

“Sudah selesai kok Pak,” ujarnya singkat.

Adapun Kepala SMK Negeri Margomulyo, Paino saat dikonfirmasi melalui Whatsaps tidak merespon pertanyaan yang diajukan wartawan.

Salah seorang guru SMK Margomulyo yang enggan disebut namanya mengungkapkan, kepala sekolah tersebut terkadang kalau marah juga teriak-teriak dan melontarkan kata-kata kotor.

” Sering mengolok-olok. Dan bicara kasar. Masak guru dibilang preman pasar. Bodoh kok diperlihatkan. Banyak guru yang merasa tidak nyaman,” ujar guru yang enggan disebutkan namanya tersebut.

Gunung Pandan, Situs Arkeologi Penting dalam Mengungkap Sejarah Peradaban Jawa 

METRO CEPU – Gunung Pandan, yang terletak di wilayah Bojonegoro, Jawa Timur, selama ini dikenal sebagai destinasi pendakian yang menawarkan keindahan alam yang menawan.

Namun, di balik keindahan alamnya, gunung ini ternyata menyimpan rahasia sejarah yang sangat menarik.

Berbagai penemuan artefak kuno mengindikasikan bahwa Gunung Pandan pernah menjadi pusat peradaban kuno yang cukup signifikan.

Baru baru ini dari komunitas Bumi Budaya membagikan dokumentasi hasil ekspedesi susur situs bersejarah di Gunung Pandan, Bojonegoro beberapa bulan lalu.

Artefak ini adalah sebuah gambaran menarik pada kehidupan masa lalu. Salah satu temuanya adalah fragmen artefak dengan ukiran special khas , tebuat dari terkakota atau tanah liat.

Makna spiral pada ukiran ini sering dikaitkan dengan aspek spiritual dan budaya masyarakat kuno.

Temuan ini mengungkapkan betapa pentingnya seni ukir dalam kehidupan mereka baik sebagai ekspresi religius maupun estetika.

Artefak ini memiliki potensi besar untuk memberikan wawasan tentang kepercayaan gaya hidup dan teknologi peradaban masa lalu.

Pola ukirannya yang simetris dan berulang menunjukkan keterampilan seni masyarakat pada masanya.

Ornamen spiral ini juga memiliki simbolis yang sering dikaitkan dengan kesuburan fragmen tersebut.

Artefak tersebut kemungkinkan merupakan bagian dari objek yang lebih besar seperti elemen arsitektur atau benda seremonial.

Berdasarkan gaya ukirannya artefak ini diperkirakan berasal dari peradaban Jawa abad ke-12 hingga ke-13 yang mungkin terkait dengan era kerajaan Hindu – Budha.

Pada masa Medang atau Majapahit ornamen seperti ini sering ditemukan pada struktur candi atau tempat keagamaan lainnya.

Fragmen tembikar berukir sulur serta menyerupai hiasan dari sebuah struktur bangunan keagamaan.

Penemuan-penemuan artefak kuno ini semakin memperkuat dugaan bahwa Gunung Pandan pernah menjadi pusat peradaban kuno.

Beberapa teori menyebutkan bahwa Gunung Pandan merupakan pusat keagamaan atau bahkan sebuah kerajaan kecil.

Letaknya yang strategis di tengah-tengah pulau Jawa membuat Gunung Pandan menjadi tempat yang sangat penting bagi jalur perdagangan dan komunikasi pada masa lalu.

Meskipun penemuan-penemuan ini sangat berharga bagi dunia ilmu pengetahuan, namun upaya untuk melestarikan situs-situs purbakala di Gunung Pandan masih menghadapi banyak tantangan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan para ahli untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan budaya.

Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap semua rahasia yang tersimpan di Gunung Pandan.

Gunung Pandan bukan hanya sekadar gunung biasa, tetapi juga merupakan jendela untuk melihat masa lalu.

Dengan terus melakukan penelitian dan upaya pelestarian, kita dapat lebih memahami sejarah dan kebudayaan nenek moyang kita. ***

Sumber : Instagram @bojonegorohistory x @bumibudaya, Kajian Komunitas Bumi Budaya

 

Pesanggrahan Klino, Warisan Kolonial Belanda di Tengah Keindahan Bojonegoro Selatan

METRO CEPU – Pesanggrahan merupakan istana atau rumah besar yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda di berbagai wilayah Indonesia.

Bangunan ini menjadi simbol kekuasaan dan pengaruh kolonialisme Belanda di Nusantara.

Pesanggrahan ini telah menjadi bukti sejarah kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia.

Bangunan ini tidak hanya memiliki nilai arsitektur kuno, tetapi juga merefleksikan dinamika sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia.

Gaya Arsitektur sebuah pesanggrahan yang eksotis khas kolonial Belanda dengan bahan utama kayu jati ini dikenal dengan nama Persanggrahan Klino.

Terletak di Desa Klino, Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro, bangunan kuno yang diduga peninggalan Belanda ini masih berdiri kokoh hingga sekarang.

Bangunan Persanggrahan Klino ini berbentuk rumah panggung dan mempunyai sebuah fondasi persegi di beberapa bawah rumah.

Lantai dan dinding persanggrahan ini keseluruhan berasal dari papan kayu.

Pintu depan terdapat tiga anak tangga sebagai jalan masuk ke dalam pesanggrahan tersebut.

Sekilas pesanggrahan klino seperti sebuah rumah panggung satu lantai.

Namun sebenarnya Persanggrahan Klino memiliki dua lantai di dalamnya dan memiliki beberapa ruangan, seperti ruang tamu, ruang tidur, dan dapur.

Di bagian depan bangunan terdapat teras yang luas dengan pemandangan yang indah.

Menurut majalah Hindia Belanda Pasanggrahans in Nederlandsch-Indië 1929, beberapa lokasi pembangunan pesanggrahan tercatat berada dibeberapa daerah terutama Bojonegoro, seperti Bangeran, Bekti, Gadon, Klino, Nglirip, dan Ngroto.

Pesanggrahan Klino dibangun di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.

Desain arsitekturnya mencerminkan gaya khas kolonial dengan bahan utama kayu jati. Bangunannya berbentuk rumah panggung dengan fondasi persegi di beberapa sudut bawah, serta lantai dan dinding yang terbuat dari kayu.

Tempat ini berfungsi sebagai titik kumpul dan penginapan bagi wisatawan yang ingin menjelajahi kawasan Bojonegoro Selatan, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Nganjuk dan Madiun.

Pada masa kolonial, Bojonegoro Selatan dikenal lebih maju dibandingkan pusat kota Bojonegoro.

Selain pesanggrahan, pemerintah kolonial juga membangun fasilitas pendukung, seperti kolam renang dengan latar pemandangan Pegunungan Wilis yang indah.

Tidak hanya itu, wisatawan juga dimanjakan dengan kuliner khas setempat, salah satunya adalah Nasi Goreng Pandan.

Tempat ini yang telah menjadi saksi ambisi pemerintah kolonial belanda saat itu dan sekarang telah di kembangkan menjadi kawasan wisata berbasis ekologi dan geologi, terutama di sekitar Gunung Gede .

Pesanggrahan Klino ini tidak hanya menawarkan sebuah fasilitas akomodasi, tetapi juga menjadi pintu gerbang menuju keindahan alam Pegunungan Gugusan Pandan.

Jalur yang melintasi hutan dengan pepohonan yang rindang dan juga jalur pegunungan banyak menyuguhkan pemandangan spektakuler, mulai dari lereng hijau yang disinari cahaya matahari hingga pemandangan lembah yang memukau.

Pesanggrahan Klino juga dilengkapi dengan taman rindang yang menyerupai cagar alam, kolam renang yang dapat digunakan wisatawan, serta suasana alami yang memikat baik bagi ahli botani maupun pengunjung biasa.

Tidak mengherankan jika pada masa itu, pesanggrahan ini menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan, baik lokal maupun asing.

Dengan kekayaan sejarah dan keindahan alamnya, Pesanggrahan Klino menjadi salah satu peninggalan yang patut dijaga dan dipelajari lebih lanjut, baik sebagai warisan budaya maupun sebagai potensi wisata yang berbasis ramah lingkungan.

Pesanggrahan Klino merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi bagi pecinta sejarah dan budaya.

Dengan mengunjungi tempat ini, kita dapat belajar tentang sejarah dan budaya Indonesia yang kaya. ***

Sumber: Instagram @bumibudaya, Kajian Komunitas Bumi Budaya